Kamis, 17 Januari 2013



KPD
(Ketuban Pecah Dini)

a.       Pengertian
Ketuban pecah dini atau spontaneous/early/premature rupture of the membrane (PROM) adalah pecahnya ketuban sebelum in partu yaitu bila pembukaan pada primipara kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari  5 cm (Mochtar, 1998 : 25).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan di tunggu satu jam sebelum dimulainya tanda persalinan (Manuaba, 1998 : 229).
Dari dua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan. Waktu sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi rahim disebut “kejadian ketuban pecah dini” (periode laten). Sebagian dari ketuban pecah dini mempunyai periode laten melebihi satu minggu.
b.      Etiologi
Penyebab terjadinya ketuban pecah dini diantaranya yaitu : Serviks inkompeten,  ketegangan rahim berlebihan, kehamilan ganda, hidramnion, kelainan letak janin dalam rahim  (letak sungsang, letak lintang),  kemungkinan kesempitan panggul, kelainan bawaan dari selaput ketuban, dan infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.

c.       Patofisiologi
Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktivitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan  aktivitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion/amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.
Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai berikut : selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat dari kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi sehingga bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban akan sangat lemah dan mudah untuk pecah dengan respon mengeluarkan air ketuban.
















Bagan 2. 1
Patofisiologi Ketuban Pecah Dini
d.      Manifestasi Klinis
             Tanda dan gejala dari ketuban pecah dini diantaranya adalah : keluar cairan ketuban, ketuban pecah dengan tiba-tiba, cairan tampak di introitus dan tidak ada His dalam 1 jam.
e.       Komplikasi Ketuban Pecah Dini
             Komplikasi ketuban pecah dini yang biasa timbul diantaranya yaitu : Infeksi intra partum (korioamnionitis) ascendens dari vagina ke intrauterin, persalinan preterm (jika terjadi pada usia kehamilan preterm),  prolaps tali pusat, bisa sampai gawat janin dan kematian janin akibat hipoksia (sering terjadi pada presentasi bokong dan letak lintang),  oligohidramnion, bahkan sering partus kering (dry labor) karena air ketuban habis, perdarahan post partum, dan  atonia uteri.
f.       Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini
Sebagai gambaran umum untuk penatalaksanaan ketuban pecah dini dapat dijabarkan sebagai berikut :    
1)      Mempertahankan kehamilan sampai cukup matur khususnya maturitas paru sehingga mengurangi kajadian kegagalan perkembangan paru yang sehat.
2)      Dengan perkiraan janin sudah cukup besar dan persalinan berlangsung dalam waktu 72 jam dapat diberikan kortikosteroid, sehingga kematangan paru janin dapat terjamin.
3)      Pada usia kehamilan 24-32 minggu yang menyebabkan menunggu berat janin cukup, perlu dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan, dengan kenungkinan janin tidak dapat diselamatkan
4)      Pemeriksaan yang penting dilakukan adalah USG untuk mengukur distansia biparietal dan perlu melakukan aspirasi air ketuban untuk melakukan pemeriksaan kematangan paru.
5)      Waktu terminasi pada kehamilan aterm dapat dianjurkan selang waktu     6-24 jam , bila tidak terjadi his spontan.

2.      Anatomi dan Fisiologi Uterus
Uterus (rahim) adalah suatu struktur otot yang cukup kuat, bagian luarnya ditutupi oleh peritoneum sedangkan rongga dalamnya dilapisi oleh mukosa rahim (Mochtar, 1998 : 8). Dalam keadaan tidak hamil, rahim terletak dalam rongga panggul kecil diantara kandung kemih dan dubur.
Gambar 2.1
                     (Potongan melintang Uterus, Adneksa dan Vagina bagian atas)









                                                        



                                                                    
(Sumber : Bobak, 2005 : 33)

Bagian rahim antara kedua pangkal tuba, yang disebut fundus uteri, merupakan bagian proksimal rahim.
Besarnya rahim berbeda, bergantung pada usia dan pernah melahirkan anak atau belum. Ukurannya kira-kira sebesar telur ayam kampung. Pada premipara ukurannya 5,5-8 cm x 3,5-4 cm x 2-2,5 cm, pada multipara ukurannya 9-9,5 cm x 5,5-6 cm x 3-3,5 cm. Beratnya 40-50 gram pada premipara dan 60-70 gram pada multipara. Secara anatomis uterus dapat dilihat pada gambar 2.1 :
Rahim berbentuk seperti bola lampu pijar atau buah pear, mempunyai rongga yang terdiri dari tiga bagian besar, yaitu :
a.       Badan rahim (korpus uteri) berbentuk segitiga yaitu bagian utama rahim, merupakan 2/3 bagian dari rahim. Pada kehamilan bagian ini berfungsi sebagai tempat utama bagi janin untuk hidup dan berkembang.
b.      Leher rahim (serviks uteri) berbentuk silinder, serviks uteri terbagi menjadi dua bagian yaitu : pars supra vaginal dan pars vaginal. Pars vaginal disebut juga portio, terdiri dari bibir depan dan bibir belakang portio. Bagian rahim antara serviks dan korpus disebut isthmus atau segmen bawah rahim, bagian ini penting artinya dalam kehamilan dan persalinan karena akan mengalami peregangan.
c.       Fundus uteri yaitu bagian dari korpus uteri yang terletak di atas kedua pangkal tuba.
Dinding rahim secara histologik terdiri dari tiga lapisan :
a.       Lapisan Serosa (lapisan peritoneum) adalah suatu membran serosa yang melapisi seluruh korpus uteri kecuali seperempat permukaan anterior bawah, dimana terdapat kandung kemih dan serviks.  
b.      Lapisan Otot (Lapisan miometrium) adalah lapisan tebal yang tersusun atas lapisan-lapisan serabut otot polos yang membentang ke tiga arah, yaitu longitudinal, transversal dan oblik. Miometrium bekerja sebagai suatu kesatuan yang utuh, struktur miometrium yang memberi kekuatan dan elastis yang merupakan contoh adaptasi terhadap fungsi.
c.       Lapisan Mukosa (endometrium) ialah suatu lapisan membran mukosa yang terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan membran mukosa padat, lapisan tengah jaringan ikat yang berongga dan lapisan dalam padat yang menghubungkan endometrium dan miometrium. Dua lapisan dibagian atas dikenal juga sebagai lapisan fungsional dan lapisan dalam disebut sebagai lapisan basal.


Fungsi utama rahim yaitu :
1.      Setiap bulan berfungsi dalam siklus   haid, dibawah pengaruh estrogen dari folikel yang sedang tumbuh, ketebalan endometrium cepat meningkat pada hari ke 5-14 siklus menstruasi. Seiring dengan peningkatan ketebalan kelenjar-kelenjar uterus tertarik keluar sehingga memanjang, tetapi kelenjar-kelenjar tersebut belum mengeluarkan sekresi, fase ini merupakan proses pemulihan epitel dari menstruasi sebelumnya.
2.      Tempat janin tumbuh dan berkembang, memberikan perlindungan dan nutrisi kepada embrio atau janin sampai tercapai maturitas.
3.      Berkonsentrasi terutama sewaktu bersalin dan sesudah bersalin.

3.      Adaptasi Psikologis Sectio Caesarea
a.       Konsep Essensial
1)      Periode post partum menggambarkan suatu waktu stress emosional bagi ibu baru, menjadi lebih sulit dengan perubahan fisiologis besar yang terjadi.
2)      Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan transisi ke peran menjadi orang tua selama periode post partum meliputi : Respon dan dukungan keluarga dan teman, hubungan pengalaman kelahiran dengan harapan dan aspirasi, pengalaman melahirkan dan membesarkan anak sebelumnya, dan  Pengaruh budaya.
3)      Adaptasi psikologis pada periode post partum ini terjadi dalam 3 tahap yaitu :
a)Periode Taking In (fase dependen/ketergantungan) : selama periode ini, yang terjadi 1-2 hari setelah melahirkan ibu baru biasanya akan bersifat pasif dan bergantung, energi difokuskan pada perhatian ke tubuhnya, dan klien akan sering mengulang kembali pengalaman persalinan dan melahirkannya. Tidur yang tidak terganggu dan nutrisi tambahan sangat diperlukan untuk mendukung proses pemulihan klien.
b)      Periode Taking Hold (fase dependen-mandiri/ketergantungan sebagian) : berlangsung dalam waktu 2 - 4 hari setelah melahirkan. Ibu biasanya menaruh perhatian pada kemampuannya untuk menjadi orang tua, berfokus pada pengembalian kontrol terhadap fungsi tubuhnya dan berusaha untuk terampil dalam perawatan bayi baru lahir.
c)      Periode Letting Go (fase interdependen/kemandirian dalam menjalankan peran baru) : pada periode ini umumnya terjadi setelah ibu kembali ke rumahnya, ibu menerima tanggung jawab untuk perawatan bayi baru lahir. Depresi pasca partum paling sering dan umum terjadi selama periode ini.
b.      Depresi Post Partum (pasca partum blues)
       Banyak ibu mengalami perasaan kekecewaan setelah melahirkan berhubungan dengan hebatnya pengalaman melahirkan dan keraguan akan kemampuannya untuk mengatasi kebutuhan membesarkan anak secara efektif. Biasanya depresi ini ringan dan sementara, yang dimulai pada 2-3 hari setelah melahirkan dan selesai dalam 1-2 minggu. Pada klien dengan post sectio caesarea biasanya terdapat efek negatif karena klien tidak dapat melahirkan bayi secara normal yang dapat menyebabkan harga diri rendah situasional.

4.      Manajemen Perawatan Pada Post Sectio Caesarea
a.       Ketidaknyamanan Nyeri
       Sejak klien sadar setelah tindakan operasi, dalam 24 jam pertama rasa nyeri masih dirasakan di daerah sekitar operasi, Untuk mengurangi rasa nyeri tersebut maka dapat diberikan obat-obat anti sakit dan obat penenang seperti suntikan intramuskuler pethidin dengan dosis 100-150 mg atau morfin sebanyak 10-15 mg atau melalui infus, dengan pemberian obat anti sakit dan penenang, klien yang gelisah dan kurang tenang akan merasa lebih tenteram. Setelah hari pertama atau kedua rasa nyeri akan hilang atau berkurang dengan sendirinya, apabila klien masih tampak gelisah maka dapat dilakukan tindakan keperawatan lain yaitu dengan mengupayakan memberikan tindakan kenyamanan pada klien seperti mengatur posisi, mengajarkan dan menganjurkan teknik distraksi, relaksasi dan napas dalam pada klien.
b.      Mobilisasi
       Mobilisasi segera, tahap demi setahap sangat berguna untuk membantu jalannya proses penyembuhan klien. Klien dapat menggerakan kaki, tangan dan tubuhnya sedikit demi sedikit, latihan pernapasan dapat dilakukan klien sambil tidur terlentang sedini mungkin setelah sadar. Miring kanan dan miring kiri sudah dapat dilakukan sejak 6-10 jam setelah klien sadar, pada hari kedua klien dapat didudukan selama 5 menit dan diminta untuk menarik napas dalam lalu menghembuskannya disertai batuk-batuk kecil yang gunanya untuk melonggarkan pernapasan, kemudian posisi tidur terlentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semi fowler).
       Mobilisasi berguna untuk mencegah terjadinya thromboplebitis. Sebaliknya, bila mobilisasi dilakukan terlalu dini dapat mempengaruhi penyembuhan luka operasi. Maka mobilisasi secara teratur dan bertahap serta diikuti dengan istirahat yang cukup adalah yang sangat dianjurkan.
c.       Pemberian Cairan
       Karena selama 24 jam pertama klien diharuskan puasa pasca operasi (PPO), maka pemberian cairan lewat infus harus cukup banyak dan mengandung elektrolit yang diperlukan, agar tidak terjadi hipertermia, dehidrasi, dan komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan diberikan biasanya dektrosa 5-10%, garam fisiologis dan ringer laktat secara bergantian. Jumlah tetesan tergantung pada keadaan dan kebutuhan, biasanya rata-rata 20 tetes/menit. Bila kadar hemoglobin darah rendah, berikan transfusi darah sesuai dengan kebutuhan. Jumlah cairan yang keluar ditampung dan diukur, hal ini dapat dipakai sebagai pedoman pemberian cairan. Pemberian cairan lewat infus dihentikan setelah klien flatus, lalu mulailah pemberian makanan dan cairan peroral.
d.      Makanan dan Minuman
       Pemberian sedikit minuman sebenarnya sudah boleh diberikan pada  6-10 jam pasca bedah berupa air putih, air teh atau air es hisap (ijs chip) yang jumlahnya dapat dinaikan pada hari pertama dan kedua pasca bedah. Setelah cairan infus dihentikan, berikan makanan bubur saring (MI), minuman air buah dan susu, selanjutnya secara bertahap dibolehkan makan bubur (MII) dan akhirnya makanan biasa (MB). Pemberian makanan rutin tersebut akan berubah bila dijumpai komplikasi pada saluran pencernaan seperti adanya kembung pada perut, meteorismus dan peristaltik usus yang kurang sempurna.
e.       Kateterisasi
       Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan rasa tidak nyaman pada klien, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Karena itu dianjurkan pemasangan kateter tetap : dauer kateter atau balon kateter yang terpasang selama 24-48 jam atau lebih, tergantung jenis operasi dan keadaan klien. Dengan cara ini urin dapat ditampung dan diukur dalam botol plastik secara periodik. Bila tidak dipasang kateter yang tetap, dianjurkan untuk melakukan kateterisasi rutin ± 12 jam pasca bedah, kecuali bila klien dapat BAK sendiri, sebanyak  100 cc atau lebih dalam jangka waktu tertentu, kateterisasi dapat diulang setiap 8 jam kecuali klien dapat BAK sendiri.
f.       Perawatan Luka Insisi
       Perawatan luka insisi pada klien dengan post sectio caesarea biasanya dilakukan pada hari kedua, kemudian dilanjutkan secara periodik setiap dua kali sehari pada pagi dan sore hari. Kassa penutup luka harus dilihat pada hari pertama post sectio caesarea bila basah dan terdapat rembesan darah atau nanah maka harus segera dibuka dan diganti. Luka insisi dibersihkan dengan alkohol dan larutan steril seperti bethadine, luka ditutup kembali dengan kassa steril yang dilakukan secara periodik dan perlu diperhatikan apakah luka kering/sembuh atau terdapat eksudat. Pada umumnya jahitan pada luka post sectio caesarea dibuka pada hari kelima.
g.      Perawatan Gabung
       Pada perawatan gabung ini perawat dilatih untuk melakukan perawatan pada klien dan bayinya dalam satu ruangan yang sama (rooming in). Pada perawatan gabung perawat bertanggung jawab terhadap perawatan klien dan bayi serta memberikan pendidikan kesehatan yang bermanfaat bagi ibu, bayi, dan keluarga. Pada perawatan gabung ini klien diharapkan dapat memberikan ASI sedini mungkin pada bayinya, biasanya pada hari kedua post sectio caesarea produksi ASI sudah mulai tampak, hal ini dipengaruhi oleh rangsangan isap bayi dan perawatan payudara ibu sebelum dan sesudah melahirkan.
h.      Laboratorium
       Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan pada klien post sectio caesarea adalah hemoglobin, leukosit dan hematokrit. Hemoglobin biasanya menurun sekitar 2%, bila terdapat penurunan hemoglobin dibawah 8% maka perlu dipertimbangkan untuk transfusi darah sesuai kebutuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KOMENTAR ANDA UNTUK LEBIH BAIKI!!!!