BAB I
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar Sectio Caesarea
1.
Pengertian Sectio Caesarea
Kelahiran caesarea
adalah kelahiran janin melalui insisi transabdomen pada uterus (Bobak, 2004).
Sectio caesarea
adalah operasi untuk melahirkan janin yang variabel melalui insisi abdomen.
Sectio caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat badan
diatas 500 gram, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh (Sarwono,
2006)
Berdasarkan kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
sectio caesrea adalah suatu proses persalinan dimulai dari kehidupan di luar
rahim dengan tindakan melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh untuk
melahirkan bayi dengan berat diatas 500 gram.
2.
Indikasi Sectio Caesarea
Ada beberapa indikasi pasti kelahiran
caesaria, empat kategori diagnostik merupakan alasan terhadap 75% sampai 90%
kelahiran Caesaria yakni distosia, sesarea ulang, gawat janin, infeksi virus
herpes, prolaps tali pusat, (prolapsed umbilical cold), komplikasi medis
hipertensi akibat kehamilan (pregnancy induced hypertention), kelainan
plasenta, seperti plasenta previa dan solusio plasenta, malpresentasi misalnya
Letak Sungsang dan letak lintang, anomali janin, misalnya hidrosefalus (Bobak, 2004).
3.
Jenis-Jenis Operasi Sectio Caesarea
Jenis-jenis
operasi sectio caesarea menurut (Bobak,
2004) yaitu :
a.
Sectio klasik
yaitu dengan melakukan sayatan vertikal sehingga memungkinkan ruangan yang
lebih besar untuk jalan keluar bayi. Sesarea klasik dapat mengurangi terjadinya
komplikasi seperti kehilangan darah, infeksi dan ruptur uterus yang lebih
tinggi.
b.
Sayatan
mendatar dibagian atas dari kandung kemih, metode ini utnuk meminimalkan resiko
terjadinya pendarahan dan cepat penyembuhannya.
c.
Sesarea
segmen bawah dapat dilakukan melalui insisi vertikal, memungkinkan terjadinya
kehilangan darah dan ruptur pada kehamilan selanjutnya lebih kecil
4. Komplikasi Sectio Caesarea
Kelahiran sesarea
bukan tanpa komplikasi baik ibu maupun janin, komplikasi maternal terjadi pada
25% sampai 30% kelahiran, komplikasi yang timbul antara lain : aspirasi, emboli
pulmoner, infeksi luka, tromboplebitis, perdarahan, infeksi saluran kemih,
cedera pada kandung kemih atau usus, komplikasi yang berhubungan dengan
anestesi serta gangguan konsep diri (Bobak, 2004)
B. Konsep Dasar Pre Eklamsi
1.
Pengertian
Pre eklamsi
Pre
Eklamsi merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan yang ditandai oleh tekanan
darah tinggi, proteinuria dan edema (Bobak, 2004)
Pre eklamsi adalah
timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah
usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan (Mansjoer, 2001).
Berdasarkan
pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pre eklamsi adalah suatu kondisi
spesifik kehamilan yang ditandai oleh tekanan darah tinggi, proteinuria dan
edema setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.
2. Klasifikasi Pre eklamsi
Menurut Sarwono
(2006) bahwa klasifikasi pre eklamsia dalah sebagai berikut :
a. Pre-eklamsi ringan tekanan Darah sistolik 140
atau kenaikan 30 mmHg dengan interval pemeriksaan 6 jam, tekanan darah
diastolik 90 atau kenaikan 15 mmHg dengan interval pemeriksaan 6 jam, kenaikan
berat badan 1 kg atau lebih dalam seminggu, proteinuria 0,3 gr atau lebih
dengan tingkat kualitatif plus 1 sampai 2 pada urin kateter atau urin aliran
pertengahan.
b. Pre-eklamsi berat, tekanan darah 160 mmHg atau
lebih atau diastolik 110 mmHg atau lebih dengan keadaan tirah baring, Oliguria, urin kurang dari 400
cc/24 jam, Proteinuria lebih dari 3 gr/liter, keluhan subjektif (nyeri
epigastrium, gangguan penglihatan, nyeri kepala, edema paru atau sianosis, gangguan
kesadaran).
3. Etiologi Pre eklamsi
Pre-ekslamsi
adalah suatu kondisi yang hanya terjadi pada kehamilan manusia yang ditandai
dengan tekanan darah yang tinggi (hipertensi), proteinuria dan oedema. Gejala
pre eklamsi pada post partum biasanya akan menghilang pada 24 jam setelah
persalinan, namun masih banyak pula ditemukan bahwa yang mengalami pre-eklamsi
pada waktu hamil akan terus berlanjut sampai waktu yang cukup lama, bahkan pada
beberapa wanita bisa terjadi hipertensi yang menetap bila dasarnya adalah suatu
hipertensi essensial. Faktor resiko terjadinya hipertensi adalah primigravida,
grand multigravida, janin besar, kehamilan dengan janin lebih dari satu dan
morbid obesitas (Bobak, 2004).
4.
Manisfestasi
Klinis
Menurut Bobak (2004) bahwa manifestasi klinis pre eklamsi berat adalah sebagai berikut :
a.
Tekanan darah
sistolik > 160 mmHg
b.
Tekanan darah
diastolik > 110 mmHg
c.
Peningkatan kadar enzim hati
atau/dan ikterus
d.
Trombosit < 100.000/mm3
e.
Oliguria < 400 ml/24 jam
f.
Proteinuria > 3 g/liter
g.
Nyeri epigastrium
h.
Skotoma dan gangguan visus lain
atau nyeri frontal yang berat
i.
Perdarahan retina
j.
Edema pulmonum
5. Patofisiologi
Pada pre-eklamsi
didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler sehingga terjadi penurunan produksi
prostasiklin yang pada kehamilan normal meningkat, penyebab pre eklamsi belum
diketahui dengan pasti meskipun demikian penyakit ini lebih sering ditemukan
pada wanita hamil yang primigravida, anak besar, mola hidatidosa yang
menyebabkan spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada
biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus.
Pada beberapa
kasus, lumen arteriola sedemikan sempitnya sehingga hanya dapat dilalui oleh
satu sel darah merah, jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme,
maka tekanan darah akan naik sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar
oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema
yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial
belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Protein uria
dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada
glomerulus. Dengan demikian pada kasus
pre eklamsi berat akan ditemukan gejala-gejala seperti gangguan kesadaran,
nyeri kepala disertai dengan kejang dan gangguan penglihatan selain itu akan
dirasakan juga nyeri epigastrium, mual dan muntah.
Apabila pada
kehamilan ditemukan adanya tekanan darah tinggi, proteinuria, edema, kenaikan
berat badan yang berlebih serta ditemukan adanya gangguan kesadaran, kejang,
nyeri kepala, gangguan penglihatan, nyeri epigastrium, mual dan muntah maka
dicurigai terjadinya pre eklamsi pada kehamilan, oleh karena itu apabila
terjadi pre eklamsi pada kehamilan untuk proses persalinannya dilakukan sectio
caesarea.
Pada sectio
caesarea mengalami terputusnya kontinuitas jaringan yang merangsang pengeluaran
mediator zat kimia yang menyebabkan nyeri dan gangguan pemenuhan ADL. Dan pada
sectio caesarea ditemukan adanya luka yang memungkinkan mikroorganisme masuk
yang menyebabkan resiko tinggi infeksi serta banyaknya perdarahan yang
mengakibatkan kadar Hb yang menjadikan intoleransi aktivitas pada klien dan
pada pembedahan sectio caesarea akan ditemukan kurangnya pengetahuan pada ibu
tentang cara perawatan payudara dan bayi
(Manuaba, 2007).
Berdasarkan narasi
yang telah penulis susun, maka penulis membuat suatu bagan patofisiologi pre
eklamsi seperti dibawah ini :
Bagan Patofisiologi Pre-Eklamsi
|
|
|
|
|
(Sumber : Manuaba,
2007 dan Doengoes, 2001)
6. Komplikasi Pre eklamsi
Komplikasi
preeklamsi menurut (Sarwono,
2006) antara lain :
a. Iskemi Uteroplasenta (pertumbuhan janin
terhambat, kematian janin, persalinan prematur dan solusio plasenta)
b. Spasme arteriolar (perdarahan serebral,
gagal jantung, ginjal dan hati, tromboembolisme, gangguan pembekuan darah)
c. Kejang dan Koma (trauma karena kejang,
aspirasi cairan, darah, muntahan dengan akibat gangguan pernafasan)
d. Penanganan tidak tepat (pneumonia, infeksi
saluran kemih, kelebihan cairan, komplikasi anestesi atau tindakan obstetrik)
7.
Adaptasi Fisiologis Pada
Klien Dengan Post Sectio Caesarea Atas Indikasi Pre
Eklamsi
a.
Sistem pernafasan
Pola nafas akan meningkat
sampai mencapai > 24x/menit, sebagai akibat dari hivopentilasi. Kecepatan
nafas akan turun akibat efek anastesi, kadang-kadang akan timbul penumpkan
secret atau lender pada faring dan trakea yang dapat menyumabat jalan nafas.
b.
Sistem Kardiovaskuler
Efek dari obat-obatan anestesi umum terhadap system kardiovaskuler yaitu
depresi atau iritabilitas kardiovaskuler. Kemungkinan akan terjadi peningkatan
tekanan darah > 120/80 mmHg karena kerja jantung yang terlalu cepat akibat
penurunan volume darah karena perdarahan yang terjadi pada pembedahan, nadi meningkat
> 100x/menit. Suhu tubuh akan naik mencapai
>37ºC
karena masuknya obat anastesi dalam darah
juga kemungkinan terjadi infeksi pada luka post operasi (Potter & Perry, 2006)
c.
Sistem Pencernaan
Pada
system pencernaan, secara khas penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna
menetap pada waktu yang singkat setelah bayi lahir. buang air besar secara
spontan bisa tertunda selama 1 hari sampai 2 hari setelah melahirkan karena tonus
otot usus menurun selama proses persalinan. Biasanya
bising usus akan terdengar pada hari ke-2 dan ke-3. pada hari pertama post Sectio Caesarea
bising usus masih lemah akibat efek anastesi dan dapat menyebabkan konstipasi,
biasanya sampai 24-48 jam setelah pembedahan,
tentu saja menyebabkan gangguan pemenuhan
kebutuhan eliminasi. (Bobak, 2004).
Pada klien dengan post Sectio
Caesarea atas indikasi pre Eklamsi, penggunaan anestesi baik umum maupun spinal pada
saat operasi akan menimbulkan efek samping terhadap sistem pencernaannya, yaitu
akan memperlambat proses motilitas gastrointestinal, memperlambat pengembalian
tonus dan menyebabkan mual. (Potter- Perry, 2006).
d.
Sistem Integumen
Kloasma yang muncul pada masa kehamilan biasanya
menghilang saat kehamilan berakhir. Hiperpigmentasi areola dan lineanigra tidak
menghilang seluruhnya selama bayi lahir. Pada beberapa wanita hiperpigmentasi
akan menetap. Kulit yang meregang pada payudara, abdomen, paha dan panggul
mungkin memudar tetapi tidak hilang seluruhnya (Bobak, 2004)
Pada
klien Post Sectio Caesarea atas
indikasi Pre Eklamsi berat, efek
anastesi yang akan timbul diantaranya adalah kemerahan akibat sensitivitas
tubuh terhadap obat. akan ditemukan adana luka saayatan
atau luka operasi pada abdomen dibawah pusar ±10-15 cm dan akan beresiko
terjadi infeksi. (Potter & Perry, 2006 )
e.
Sistem Persyarafan
Perubahan neurologi pada masa nifas merupakan kebalikan dari adaptasi
neurologis yang terjadi saat wanita hamil dan disebabkan karena trauma yang
dialami wanita saat bersalin dan melahirkan. Rasa baal dan kesemutan periodic
pada jari yang dialami 5% wanita hamil biasanya hilang setelah anak lahir.
Nyeri kepala paska melahirkan disebabkan berbagai keadaan termasuk hipertensi
akibat kehamilan, stress dan kebocoran cairan serebro spinalis kedalam ruang
ekstradural selama jarum epidural diletakan ditulang punggung untuk anesteshia.
Lama nyeri kepala bervariasi dari 1 – 3 hari atau beberapa minggu, tergantung
pada penyebab dan efektifitas pengobatan (Bobak, 2004)
Selain itu, pada klien Post Sectio
Caesarea atas indikasi Pre eklamsi Berat, efek anastesi spinal akan hilang apabila klien
sudah mampu melakukan pergerakan ekstremitas bawah, mampu merasakan sensasi dan
kekuatan ekstremitas bawah. Sistem Reproduksi
a.
Uterus
Proses involusi adalah proses kembalinya uterus
kepada keadaan sebelum hamil, proses ini dimulai segera setelah plasenta lahir,
segera setelah bayi lahir uterus berada di garis tengah, kira-kira 2 cm dibawah
umbilikus. Pada saat ini besar kehamilan 16 minggu (kira-kira sebesar jeruk
asam/1000 gram). Dalam waktu 12 jam tinggi fundus mencapai kurang lebih 1 cm
dibawah umbilikus. Dalam beberapa hari kemudian perubahan involusi berlangsung
dengan cepat. Fundus turun kira-kira 1 cm sampai 2 cm setelah 24 jam. Pada hari
keenam post partum, fundus normal
akan berada di pertengahan antara umbilikus dan simsipis pubis. Pada hari
kesembilan uterus tidak bisa dipalpasi. Pada 1 minggu setelah post partum berat
uterus kira-kira 500 gram, pada 2 minggu post partum berat uterus mencapai 350
gram (11-12 ons). Pada minggu keenam beratnya menjadi 50-60 gram (kembali
kepada keadaan sebelum hamil) (Bobak, 2004 : 493).
Biasanya
setelah dilakukan tindakan Seksio
Caesarea, tinggi fundus uteri kurang lebih 1 cm diatas umbilicus, tapi
karena terdapat luka operasi maka pemeriksaan tinggi fundus uteri tidak
dilakukan karena klien akan merasa nyeri pada luka operasi.
b. Lochea
jenis-jenis lochea yaitu lochea Rubra, adalah
keluaran berwarna merah gelap terjadi pada 2 sampai 3 hari pertama. Lochea ini
mengandung sel – sel epitel, eritrosit, leukosit, dan desidua serta memiliki
bau karakteristik manusia. Lochea Serosa, adalah keluaran berwarna merah muda
sampai kecoklatan terjadi dari 3 sampai 10 hari setelah kelahiran. Ini adalah
keluaran serosanguineous yang mengandung desidua, eritrosit, leukosit, lendir
serviks dan mikroorganisme. Lochea serosa memiliki bau yang keras. Lochea Alba,
adalah keluaran yang hampir tidak berwarna sampai krem kekuningan, terjadi dari
10 sampai 3 minggu setelah kelahiran. Keluaran ini mengandung leukosit,
desidua, sel –sel epitel, lemak, lendir serviks, kristal kolesterol dan
bakteri. Lochea alba seharusnya tidak berbau.
Pada
operasi sesarea jumlah lochea yang keluar biasanya lebih sedikit. Cairan lochea biasanya meningkat jika klien melakukan ambulasi dan
menyusui.(Bobak: 2004 )
c.
Vagina/Perinium
Vagina halus dan
membengkak, dengan tonus yang buruk. Setelah kelahiran, rugae tampak kembali
dalam 3-4 minggu pasca partum, indeks estrogen kembali dalam 6-10 minggu.
Abdomen tetap lunak dan mengendur selama beberapa waktu setelah melahirkan,
striae tetap putih perak, diastasis rekti (pemisahan otot-otot rektus
sbdominalis) dapat terjadi pada wanita dengan tonus otot yang buruk. Akan
tetapi pada operasi Seksio Caesarea mungkin tidak akan tampak secara jelas
perubahan yang terjadi pada area vagina.
d. Perubahan payudara
Konsentrasi hormon yang menstimulasi perkembangan
payudara selama hamil menurun dengan cepat setelah bayi lahir. Waktu yang
dibutuhkan hormon-hormon ini untuk kembali kepada keadaan sebelumnya ditentukan
oleh apakah ibu menyusui atau tidak. Pada hari ketiga payudara menjadi besar,
keras dan terasa nyeri, produksi ASI pada hari ketiga keempat (mulai keluar).
Kolostrum keluar setelah melahirkan (hari pertama). Areola Mamae bertambah
menghitam, puting menonjol (Bobak. 2004)
f.
Sistem Musculoskeletal
Anastesi umum akan mengakibatkan
pengalihan energy untuk mengatasi nyeri sehingga mengakibatkan kelemahan pada
muskuloskeletal dan mengakibatkan nyeri punggung yang sering kali terjadi
setelah anastesi terutama jika fungsi lumbalis dilakukan berulang kali,
kemudian dapat terjadi sakit kepala disebabkan oleh kebocoran cairan
serebrospinal. Adaptasi system musculoskeletal ibu yang terjadi selama
kehamilan berlangsung secara terbalik pada masa pasca partum. Adaptasi ini
mencakup hal – hal yang membantu relaksasi, stabilitas sendi lengkap pada
minggu keenam sampai minggu kedelapan setelah wanita melahirkan (Cuningham.
2006).
Pada
klien Post Sectio Caesarea atas
indikasi Post Pre Eklamsi Berat, efek anastesi umum akan mempengaruhi seluruh
ekstremitas klien baik ekstremitas atas maupun bawah. Sedangkan pada anastesi
spinal hanya bagian ekstremitas bawah yang dipengaruhi meliputi pergerakan,
sensasi dan kekuatan ototnya (Potter & Perry, 2006)
g.
Sistem Perkemihan
Urine dalam jumlah besar akan dihasilkan
dalam waktu 12-36 jam paska melahirkan. Setelah placenta dilahirkan, kadar
hormone estrogen yang bersifat menahan air akan mengalami penurunan yang
mencolok, yang menyebabkan diuresis, ureter akan kembali normal dalam tempo
enam minggu (Farrer, 2001).
Obat
– obat anestesi ini juga dapat merusak sensorik dan motorik yang berjalan
diantara kandung kemih, medulla spinalis dan otot. Klien yang pulih dari
anestesi dan analgesi yang dalam, sering kali tidak mampu merasakan kandung
kemihnya penuh dan tidak mampu memulai atau menghambat berkemih. Pada anestesi
spinalis, efek yang timbul adalah retensio urin sehingga kemungkinan otot
kandung kemih dan otot spingter juga tidak mampu merespon keinginan terhadap
berkemih.
h.
Sistem Endokrin
Selama periode pasca partum terjadi perubahan hormone
yang besar. Seperti kadar esterogen dan progesterone menurun secara mencolok
setelah plasenta keluar, penurunan paling rendah dicapai kira-kira satu minggu
setelah melahirkan. Penurunan kadar estrogen berkaitan dengan pembengkakkan
payudara dan dieresis cairan ekstra seluler berlebih yangterakumulasi selama
masa kehamilan(Bobak, 2004).
8. Adaptasi Psikologis
Kelahiran seorang
anak menyebabkan timbulnya suatu tantangan mendasar terhadap struktur interaksi
keluarga yang sudah terbentuk. Menjadi orang tua menciptakan periode
ketidakstabilan yang menuntut perilaku untuk menjadi orang tua. Ada tiga fase
penyesuaian ibu terhadap perannya sebagai orang tua (Bobak, 2004)
a. Fase dependen (taking-in)
Pada fase dependen ini ibu memerlukan
perlindungan dan perawatan selama 1-2 hari pertama setelah melahirkan,
ketergantungan ibu semakin menonjol pada waktu ini, ibu mengaharapkan segala
kebutuhannya dapat dipenuhi oleh orang lain, ibu memindahkan energi
psikologisnya kepada anaknya
.
b. Fase dependen mandiri (taking-hold)
Dalam fase dependen mandiri secara
bergantian muncul kebutuhan untuk mendapatkan perawatan dan penerimaan dari
orang lain dan keinginan untuk bisa melakukan segala sesuatu secara mandiri, ia
berespon dengan penuh semangat untuk memperoleh kesempatan belajar dan berlatih
tentang cara perawatan bayinya secara langsung. Fase taking hold ini
berlangsung kira-kira 10 hari.
c. Fase interdependen (letting-go)
Fase interdependen atau letting-go
merupakan fase yang penuh stress bagi orang tua. Pada fase ini perilaku
interdependen muncul, ibu dan keluarganya bergerak maju sebagai suatu sistem
dengan para anggota saling berinteraksi satu sama lain. Kesenangan dan
kebutuhan sering terbagi dalam masa ini, pria dan wanita harus menyelesaikan
efek dari perannya masing-masing dalam hal mengasuh anak, mengatur rumah dan
membina karir, dan memerlukan suatu upaya khusus yang harus dilakukan untuk
memperkuat hubungan orang dewasa dengan orang dewasa sebagai dasar kesatuan
keluarga.
C.
Konsep
Dasar Proses Keperawatan Post
Sectio
Caesarea
Proses keperawatan
adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam praktik keperawatan. Hal ini
bisa disebut sebagai suatu pendekatan problem-solving yang memerlukan ilmu,
teknik dan keterampilan interpersonal yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
klien atau keluarga. Tujuan proses keperawatan secara umum adalah untuk
menyusun kerangka konsep berdasarkan keadaan individu (klien), keluarga dan
masyarakat agar kebutuhan mereka dapat terpenuhi (Nursalam, 2009).
Proses keperawatan
terdiri dari lima tahap yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi.
1.
Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dan pengumpulan data dari berbagai
sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.
Oleh karena itu pengkajian yang akurat, lengkap, sesuai dengan kenyataan,
kebenaran data sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosa keperawatan dan
memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan respon individu (Nursalam, 2009)
a. Pengumpulan data
1. Identitas Klien dan Penanggung Jawab
Identitas yang
perlu dikaji adalah : nama (untuk mengidentifikasi klien dalam pemberian obat
dan berbagai pemberian pelayanan asuhan keperawatannya), umur (pada penderita
pre eklamsi umur sangat mempengaruhi karena hamil ketika usia diatas 35 tahun
rentan terhadap terjadinya pre eklamsi, untuk pemberian obat sesuai dosis),
agama (untuk mengetahui koping dan keyakinan klien), suku bangsa (secara
tunggal tidak ditemukan sebagai faktor yang berarti baik untuk pre eklamsi
maupun eklamsi), pendidikan (untuk mengetahui sejauhmana pengetahuan klien
tentang riwayat penyakit pre eklamsi), pekerjaan (untuk mengidentifikasi
pengaruh terhadap kondisi keadaan sekarang), status perkawinan (untuk
mengetahui apakah anak yang akan dilahirkannya merupakan suatu keinginan atau
bukan), alamat (untuk mengetahui tempat tinggal klien), diagnosa medis (untuk
mengetahui apa penyakit yang diderita oleh klien), tanggal masuk rumah sakit,
tanggal pengkajian, dan nomor rekam medik (untuk mengetahui kapan klien mulai dirawat di rumah sakit dan untuk
menentukan memulainya asuhan keperawatan). Identitas penanggung jawab meliputi
: nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, hubungan dengan klien.
2.
Riwayat
Kesehatan
Riwayat kesehatan
merupakan sumber data subjektif tentang status kesehatan pasien yang memberikan
gambaran tentang masalah kesehatan aktual maupun potensial dan penentuan
pengkajian fisik yang berkaitan dengan informasi tentang keadaan fisiologis,
psikologis, budaya dan psikososial.
a) Keluhan utama
Keluhan utama merupakan keluhan yang dirasakan klien, keluhan yang
dirasakan klien dengan post sectio caesarea atas indikasi pre eklamsi adalah
rasa tidak nyaman nyeri pada daerah luka operasi.(Doengoes, 2001).
b) Riwayat kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan menjabarkan keluhan utama dengan menggunakan P, Q, R, S,
T yaitu
P : (Provokatif) adalah hal-hal yang memperberat dan memperingan masalah
keluhan yang dirasakan,
Q : (Qualitatif) adalah gambaran dari keluhan yang dirasakan klien nyeri
yang dirasakan seperti diiris-iris atau ditusuk-tusuk.
R
: (Radiatif) adalah area atau lokasi
keluhan yang dirasakan,
S : (Severity)
yaitu tingkatan dari keluhan yang dirasakan, dalam hal ini adalah derajat
kesakitan (skala nyeri 0-5) dan
T
: (Time) yaitu waktu timbulnya keluhan
atau lamanya keluhan. Biasanya klien mengeluhkan nyeri luka operasi kaji skala
nyeri, kuantitas nyeri.
Pada klien post sectio cesarea biasanya akan merasakan nyeri didaerah
abdomen, nyeri dirasakan seperti di iris-iris atau ditusuk-tusuk, nyeri bisa
bertambah atau berkurang, skala nyeri dirasakan bisa berbeda-beda tergantung
respon individu masing-masing.
c) Riwayat kesehatan dahulu
Dalam riwayat kesehatan dahulu perlu dikaji apakah klien pernah mengalami
riwayat sectio caesarea sebelumnya. Riwayat alergi terhadap obat dan makanan.
Serta ada tidaknya penyakit yang pernah diderita oleh keluarga yang dapat
memperberat keadaan klien seperti : hemofilia, diabetes melitus dan lain
sebagainya.
d) Riwayat kesehatan keluarga
Hal yang perlu dikaji dalam kesehatan keluarga yaitu ada atau tidak
keluarga yang menderita penyakit keturunan, penyakit menular, riwayat alergi.
3. Riwayat
Genekologi dan Obstetri
a. Riwayat Genekologi
(1) Riwayat Menstruasi
Meliput menarce, lama haid, siklus haid, sifat darah, ada atau tidaknya
dismenarche, HPHT dan taksiran partus. Pada klien dengan pre eklamsi tidak ada
gangguan pada riwayat menstruasi.
(2) Riwayat Perkawinan
Meliputi usia klien dan suami saat menikah, pernikahan yang keberapa bagi
klien dan suami klien. Pada klien dengan
pre eklamsi usia saat menikah sangat mempengaruhi karena hamil ketika usia
diatas 35 tahun rentan terhadap terjadinya pre eklamsi.
(3) Riwayat Keluarga Berencana
Meliputi alat konstrasepsi yang digunakan, lama penggunaan, keluhan selama
penggunaan, jumlah anak yang direncanakan. Pada klien dengan pre eklamsi tidak
ada hubungannya dengan keluarga berencana yang digunakan klien.
(Jamli,http://www.fkm.undip.ac.id.25 Mei 2009)
b. Riwayat obstetri
(1) Riwayat Obstetri
(a) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
perlu diketahui tentang umur kehamilan, pemeriksaan kehamilan imunisasi yang
didapatkan, keluhan selama kehamilan, pada usia berapa gerakan bayi mulai
dirasakan, pernah mengalami abortus atau tidak, melahirkan dimana, ditolong
siapa dan apakah ada penyulit selama kehamilan.
(b) Riwayat Kehamilan Sekarang
Riwayat kehamilan skarang meliputi : ANC, HPHT, berapa kali ibu diberikan
imunisasi TT, pada usia kehamilan berapa mengalami kenaikan tekanan darah,
oedema, penambahan berat badan selama hamil, gerakan bayi pertama kali
dirasakan, kehamilan yang lalu mengalami pre eklamsi atau tidak, keteraturan
pemeriksaan kehamila, tempat pemeriksaan dan oleh siapa diperiksa. Pada kasus
ibu dengan pre eklamsi mengalami kenaikan tekanan darah, oedema pada usia
kehamilan ke minggu 20 dan penambahan berat badan yang lebih dari 1 kg dalam
seminggu, ibu dengan pre eklamsi kemungkinan akan mengalami pre eklamsi lagi
pada kehamilan sekarang, ibu dengan pre eklamsi harus memeriksakan kehamilannya
secarateratur untuk mengetahui pergerakan atau pertumbuhan janin karena pada
ibu dengan pre eklamsi akan mengakibatkan bayi yang prematur atau BBLR.
(c) Riwayat Persalinan Sekarang
Riwayat persalinan sekarang meliputi :
Hari, tanggal, jam persalinan, jenis persalinannya operasi sectio caesarea,
penolong persalinan, penyulit persalinan (pada pre eklamsi ibu akan mengalami
kenaikan tekanan darah tinggi, oedema, dan proteinuria), penanganan persalinan
biasanya dilakukan dengan sectio caesarea, keadaan bayi hidup atau mati, dan
biasanya pada kasus pre eklamsi bayi akan mengalami prematur atau BBLR.
4. Data Biologis (Sebelum melahirkan
dan saat dikaji)
Mencakup masalah
kesehatan dan keperawatan lalu dan masalah kesehatan yang dialami dalam
kebiasaan sehari-hari meliputi :
a. Pola nutrisi
Mencakup makan :
frekuensi, jumlah, jenis makanan yang disukai, porsi makan, pantangan, riwayat
alergi terhadap makanan dan minum : jumlah, jenis minuman dan frekuensi. Pada
ibu Post sectio caesarea atas indikasi pre eklamsi akan terjadi penurunan dalam
pola makan dan akan merasa mual karena efek dari anastesi yang masih ada dan
bisa juga dari faktor nyeri akibat sectio caesarea.
b.Pola eliminasi
Mencakup kebiasaan
BAB : frekuensi, warna, konsistensi dan keluhan. BAK : frekuensi, jumlah, warna
dan keluhan. Biasanya terjadi penurunan
karena faktor psikologis dari ibu yang masih merasa trauma, dan otot-otot masih
berelaksasi.
c. Pola istirahat tidur
Mencakup tidur
malam : waktu dan lama. Tidur siang : waktu, lama dan keluhan. Pola istirahat
tidur menurun karena ibu merasa kesakitan dan lemas akibat dari tindakan
pembedahan sectio caesarea.
d. Pola personal hygiene
Mencakup frekuensi
mandi, gosok gigi, dan mencuci rambut. Pada ibu post sectio caesarea bisanya
mengalami perubahan karena keterbatasan aktivitas.
5. Pemeriksaan fisik
a) Sistem pernapasan
Hal yang perlu dikaji yaitu frekuensi
napas, jenis pernapasan, suara pernapasan/paru, adanya penumpukan sekret atau
tidak, adanya sianosis pada bibir atau tidak, adanya kebiruan pada kuku
ekstremitas bawah atau atas tidak. Pada sectio caesarea atas indikasi pre
eklamsi frekuensi napas meningkat >24x/menit, tidak menggunakan pernapasan cuping
hidung, tidak adanya sianosis pada bibir dan tidak adanya kebiruan pada kuku
ekstremitas atas dan bawah.
b) Sistem kardiovaskuler
Yang perlu dikaji adalah tekanan
darah, denyut nadi, bunyi jantung CRT, pitting oedema, clabing finger. Pada
sectio caesarea atas indikasi pre eklamsi yaitu tekanan darah mengalami kenaikan
karena indikasi pre eklamsi pada waktu hamil, Denyut nadi akan meningkat, mudah
teraba dan denyut nadi yang kuat, bunyi jantung S1 dan S2,
tidak ada clubbing finger.
c) Sistem Reproduksi
Yang perlu dikaji pada sistem
reproduksi yaitu kesimetrisan payudara, keadaan puting susu, kebersihan puting
dan areola mamae, pengeluaran colostrum, tinggi fundus uteri, lochea. Pada
sectio caesarea atas indikasi pre eklamsi yaitu biasanya payudara membesar,
nyeri dan keras pada hari ke-1 dan ke-2 karena terjadi pembendungan ASI yang
tidak diberikan pada bayi karena ibu masih harus bedrest, sedangkan tinggi
fundus uteri pada 24 jam pasca persalinan biasanya 1 jari dibawah umbilikus.
d) Sistem persyarapan
Hal yang perlu dikaji pada sistem
persayarafan adalah nyeri pada luka operasi, nyeri pada saat aktifitas, sensasi
nyeri, reflek bisep dan trisep, refleks patella, ketajaman pendengaran,
ketajaman penglihatan, daya penghidu, kemampuan berbicara, kemampuan menelan.
Pada sectio caesarea atas indikasi pre eklamsi yaitu biasanya klien merasakan
nyeri pada luka operasi, pada klien dengan pre eklamsi berat akan mengalami
gangguan pada penglihatan, dan penurunan kesadaran.
e) Sistem Perkemihan
Sistem perkemihan meliputi hasil
palpasi kandung kemih, kemampuan berkemih, keluhan berkemih. Pada sectio
caesarea atas indikasi pre eklamsi perlu dikaji adanya distensi kandung kemih
karena efek anastesi menimbulkan kehilangan tonus otot untuk berkemih dan
terdapat protein pada urin 0,3-3 gr/liter atau nilai kualitatif +2.
f) Sistem Muskuloskeletal
Kemampuan ROM (Range Of Muscle),
kekuatan otot, ada tidaknya luka, panjang dan lebar diastasis muskulus rektus
abdominalis. Pada sectio caesarea atas indikasi pre eklamsi yaitu kemampuan ROM
dan kekuatan otot menurun karena masih adanya dampak anastesi dan adanya luka
yang menyebabkan nyeri dan pengukuran diastasis muskulus rektus abdominalis hasilnya
akan bergantung pada besar bayi dan seberapa sering ibu melahirkan, dan mungkin
belum dapat terkaji jika ibu masih dalam pengaruh anastesi.
g) Sistem integumen
Hal yang perlu dikaji yaitu : kulit
terdiri dari ada tidaknya hiperpigmentasi pada kulit wajah dan kulit secara
umum, kebersihan kulit, kelembaban kulit, turgor kulit, adanya luka operasi,
jumlah jahitan luka operasi, warna luka operasi, tanda-tanda infeksi. Pada
sectio caesarea atas indikasi pre eklamsi yaitu adanya luka operasi, keadaan
kulit lembab, dan terdapat oedema pada kaki, jari tangan dan muka.
h) Sistem pencernaan
Hal yang perlu dikaji adalah penurunan
tonus otot perut, nafsu makan, berat badan, kebersihan mulut, karies gigi,
keadaan gusi, lidah, bising usus, distensi abdomen, kemampuan BAB. Pada sectio
caesarea atas indikasi pre eklamsi yaitu bising usus tidak ada, distensi
abdomen menentukan adanya akumulasi gas, nafsu makan berkurang dan mual karena
adanya nyeri pada luka operasi, dan masih adanya efek anastesi.
i)
Sistem
endokrin
Kaji keadaan kelenjar thyroid,
distribusi pertumbuhan rambut, penyebaran pigmen yang tidak merata, tekstur
kulit. Pada sectio caesarea atas indikasi pre eklamsi yaitu tidak adanya
pembesaran kelenjar thyroid.
6. Data psikososial
Pada klien post sectio caesrea atas
indikasi pre eklamsi akan mengalami gangguan konsep diri yaitu pada gangguan
citra tubuh dan ideal diri. Karena pada citra tubuh klien merasa adanya luka
operasi yang membekas dan pada ideal diri klien merasa tidak dapat melahirkan
bayinya seperti yang normal pada wanita umumnya.
Ada tiga fase penyesuaian ibu terhadap
perannya sebagai orang tua (Bobak, 2004)
a) Fase talking-in keterampilan dalam perawatan bayi
masih tergantung pada perawat. Ibu masih bersifat pasif dan masih berfokus pada
dirinya sendiri
b) Fase talking-hold : ibu mulai mau merawat bayinya,
ibu sudah menjalankan tugasnya sebagai seorang ibu dan mulai belajar mengurus
bayinya di rumah.
c) Fase Letting go : ibu mungkin mengalami depresi
karena pengalaman melahirkan yang mengecewakan.
7. Data spiritual
Data spiritual mencakup
nilai-nilai/norma, kegiatan keagamaan, keyakinan dan moral. Pada klien post
sectio caesarea atas indikasi pre eklamsi akan ditemukan pola ibadah yang
terganggu karena keadaan fisik yang lemah dan dalam keadaan nifas.
8. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang meliputi Hb,
leukosit, hematokrit, trombosit, kreatinin, protein pada urin dan pemeriksaan USG. Pada sectio caesarae atas indikasi pre eklamsi.
Pemeriksaan labolatorium seperti Hb normalnya 12—16 mmHg, leukosit, hematrokit
37-47%, trombosit 150.000-400.000/mm3, kreatinin 0,6-1,1 mg/dl, pemeriksaan
USG (Ultra sonografi), dan terdapat protein pada urin 0,3-3 gr/liter dengan
nilai kualitatif +2.
9. Pengobatan
Dalam pengobatan dicantumkan terapi
medik yang harus diberikan kepada klien dengan pre eklamsi yaitu yang pertama
obat penghambat adrenergik/adrenolitik seperti metil dopa, klodin.yang kedua
jenis obat vasodilator seperti hidralazin, dan yang ketiga yaitu jenis
antagonis kalsium seperti nifedipin.
Pemeriksaan Pada
Bayi Baru lahir
(1) Keadaan umum bayi
Pada ibu dengan
pre eklamsi biasanya mengakibatkan bayi yang prematur ataupun BBLR dengan BB
kurang dari 2500 gram dengan frekuensi nadi 120-140x/menit, respirasi 30-60x/menit, suhu 36,5-37,2C.
Dan bayi harus berada dalam inkubator karena pada bayi BBLR sering mengalami
kedinginan.
Meliputi Berat
Badan Normal 2500-4000 gram, panjang badan, respirasi normalnya 40-60x
permenit, denyut nadi 120-160x/menit, suhu 36,5-37,50C dan APGAR
SCORE (Janet, 2008).
Tabel 2.1 APGAR SCORE
Score
|
0
|
1
|
2
|
A :
Appearence (warna kulit)
|
A :
Blue Pale (biru sampai pucat)
|
Body Pink (ekstremitas blue
(tubuh merah jambu, tungkai biru)
|
Merah Jambu
|
P :
Pulse (denyut nadi)
|
Tidak ada denyut nadi
|
Kurang dari 100 x/ menit
|
> 100x/ menit
|
G :
Grimace (Refleks)
|
Tidak ada respon
|
Meringis
atau bersin
|
Menangis
|
A :
Activity
(tonus otot)
|
Lemas
|
extremitas
sedikit fleksi
|
gerak aktif kuat
|
R :
Respiration
(pernapasan)
|
R :
Tidak ada
|
sesak napas tidak teratur
|
menangis keras
|
Asfiksia
dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Asfiksia ringan (Skore APGAR 7-10,
bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan), Asfiksia sedang (Skor APGAR
4-6 pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari
100x/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, refleks iritabilitas
tidak ada), Asfiksia berat (Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan
frekuensi jantung kurang dari 100x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat,
kadang-kadang pucat, refleks iritabilitas tidak ada).
(2) Pemeriksaan Head to Toe
(a) Kepala
Kesimetrisan bentuk kepala, lingkar
kepala, warna rambut, penyebaran pertumbuhan rambut. Lingkar kepala 32-36,8 cm,
pertumbuhan rambut menuju muka dan leher.
(b) Mata
Meliputi kesimetrisan pergerakan bola mata,
konjungtiva, sklera, kaji refleks mengedip, keluaran, refleks pupil. Bentuk dan
ukuran mata simetris, adanya reflek mengedip, tidak ada air mata, kedua bola
mata ada dan ukurannya sama, keduanya bulat, ukuran pupil sama, bereaksi
terhadap cahaya, gerakan bola mata tidak sama, dapat fokus sebentar, alis mata
terpisah.
(c) Hidung
Garis tengah tampak tidak ada tulang
hidung, datar, lebar, terdapat sedikit mukus tetapi tidak ada lendir yang
keluar.
(d) Telinga
Meliputi kesimetrisan, kebersihan,
kesenjangan puncak telinga, ada tidaknya lubang telinga, ada tidaknya keluaran
cairan, refleks kejut.
Letak sesuai, garis sepanjang kantus
luar dan kantus dalam mata harus mengenai garis atas telinga (pada sambungan
dengan kulit kepala), tulang rawan padat dengan bentuk yang baik, berespon
terhadap suara dan bunyi lain.
(e) Wajah
Bayi tampak normal, raut wajah tampak
sesuai, letak proporsional terhadap wajah simetris.
(f) Mulut
Kesimetrisan bentuk, keluaran, Gerakan
bibir simetris, sementara terliha sianosis, palatum lunak dan palatum keras
utuh, uvula digaris tengah, adanya refleks rooting dan menghisap.
(g) Leher
Mengkaji kesimetrisan bentuk, sianosis
pada bibir, adanya refleks tonic nect.
Pendek, tebal, dikelilingi lipatan kulit, tidak ada selaput, bebas
bergerak dari satu sisi ke sisi lain dan bebas melakukan ekstensi dan fleksi,
tidak dapat menggerakan dagu sampai melampaui bahu, kelenjar tiroid tidak
teraba.
(h) Dada
Hampir bulat berbentuk tong, gerakan
dada simetris, puting susu menonjol, sudah terbentuk dengan baik, letak
simetris.
(i) Abdomen
Mengkaji keadaan bentuk perut, keadaan
tali pusat. Bentuk bulat, menonjol seperti kubah karena otot-otot abdomen belum
berkembang sempurna, hati bisa teraba 1-2 cm dibawah batas iga kanan, tidak teraba
massa, tidak distensi.
(j) Genetalia
Pada laki-laki kaji ada atau tidaknya
hipospadia/epispadia, testis sudah turun atau belum, keadaan odem, waktu
pertama kali BAK.
Pada perempuan : kelengkapan organ
genetalia luar, keluaran, waktu pertama kali BAK.
Wanita : klirotis biasanya edema,
labia mayora biasanya edema menutupi labia minor pada bayi yang cukup bulan.
Laki-laki : neonatus urinarius di
ujung penis, prepusium menutupi glans penis dan tidak dapat ditarik ke
belakang, skrotum besar, testis teraba pada setiap sisi, berkemih dalam waktu
24 jam, aliran adekuat, jumlah adekuat, reflek ereksi.
(k) Ekstremitas
Hal yang perlu dikaji adalah : jumlah
jari-jari tangan dan kaki, pergerakan, tremor, posisi kaki, rotasi paha, nadi
brachealis, kehangatan, ada tidaknya sianosis.
Mempertahankan posisi di dalam rahim, sikap umumnya fleksi, rentang
pergerakan sendi penuh, gerakan spontan utuh, jumlah jari lengkap, adanya
refleks menggenggam.
(l) Refleks
Kaji reflek normal bayi baru lahir
seperti reflek moro (berupa mengentakan tangan dan kaki lurus ke arah keluar
sedangkan fleksi tangan kemudian akan kembali lagi ke arah dada seperti posisi
bayi dalam pelukan, jari-jari nampak terpisah, membentuk huruf C dan bayi
mungkin menangis). Reflek menggenggam (respon bayi berupa menggenggam dan
memegang erat, sehingga dapat diangkat sebentar dari tempat tidur). Dan reflek
menghisap (sebagai respon, bayi akan menoleh ke samping untuk mencari sumber
objek dan membuka mulutnya untuk menghisap). Refleks glabellar (mengetuk dahi,
batang hidung/maksila bayi baru lahir yang matanya sedang terbuka. Bayi baru
lahir akan mengejapkan mata pada 4-5 ketukan pertama). refleks peres (saat
tulang belakang digores dengan tangan pemeriksa, kepala bayi menengadah kaki
dan tangan fleksi menjauhi sumbu badan).
Pemeriksaan refleks starter (kejut) normalnya lengan bayi abduksi dan
ekstremitas atas bawah fleksi siku
b. Analisa Data
Proses analisa
merupakan kegiatan terakhir dari tahap pengkajian setelah dilakukan pengumpulan
data dan validasi data dengan mengidentivikasi pola atau masalah yang mengalami
gangguan yang dimulai dari pengkajian pola fungsi kesehatan (Hidayat, 2007).
2.
Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa
keperawatan adalah suatu peryataan yang menjelaskan respon manusia (status
kesehatan atau resiko perubahan pola) dan individu atau kelompok dimana perawat
secara akuntabilitas dapat mengiditifikasikan dan memberikan intervensi secara
pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah
(Nursalam, 2009).
Adapun diagnosa
keperawatan yang mungkin muncul pada klien post sectio caesarea dengan indikasi
pre-eklamsi dan adalah (Doenges, 2001)
Diagnosa keperawatan :
1) Transisi Perubahan proses keluarga berhubungan
dengan perkembangan atau adanya peningkatan anggota keluarga.
2) Gangguan nyaman : nyeri akut berhubungan dengan
trauma pembedahan
3) Ansietas berhubungan dengan situasi, ancaman pada
konsep diri, transmisi / kontak interpersonal, kebutuhan tidak terpenuhi
4) Harga diri rendah berhubungan dengan merasa gagal
dalam peristiwa kehidupan
5) Risiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan
fungsi biokimia atau regulasi
6) Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan
trauma jaringan / kulit rusak
7) Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot
8) Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan
bayi berhubungan dengan kurang pemajanan stsu mengingati kesalahan interpretasi
, tidak mengenal sumber-sumber
9) Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan trauma
atau diversi mekanisme efek-efek hormonal/anastesi
10) Ketidakepektifan pola menyusui berhubungan dengan
kurang pengetahuan klien akan cara menyusui dan perawatan payudara
3.
Perencanaan
Perencanaan
keperawatan merupakan metode komunikasi tentang asuhan keperawatan kepada
klien, setiap klien yang memerlukan asuhan keperawatan perlu suatu perencanaan
yang baik (Nursalam, 2009)
Adapun perencanaan
dari diagnosa keperawatan pada klien post sectio caesarea dan bayinya adalah
sebagai berikut :
Perencanaan keperawatan pada klien
post sectio caesarea :
1) Transisi Perubahan proses keluarga berhubungan
dengan perkembangan atau adanya peningkatan anggota keluarga.
Tujuan :
dapat menerima perubahan dalam
keluarga dengan anggotanya baru.
Kriteria hasil :
Menggendong bayi, bila kondisi
memungkinkan, Mendemontrasikan prilaku kedekatan dan ikatan yang tepat, Mulai
secara aktif mengikuti perawatan bayi baru lahir dengan cepat.
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
1. Anjurkan pasien untuk
menggendong, menyetuh dan memeriksa bayi, tergantung pada kondisi pasien dan
bayi, bantu sesuai kebutuhan.
2. Berikan kesempatan untuk ayah /
pasangan untuk menyentuh dan menggendong bayi dan Bantu dalam perawatan bayi
sesuai kemungkinan situasi.
3. Observasi dan catat interaksi
keluarga bayi, perhatikan perilaku yang dianggap menggandakan dan kedekatan
dalam budaya tertentu.
4. Diskusikan kebutuhan kemajuan dan sifat
interaksi yang lazim dari ikatan. Perhatikan kenormalan dari variasi respon
dari satu waktu ke waktu.
5. Sambut keluarga dan sibling untuk kunjungan
sifat segera bila kondisi ibu atau bayi memungkinkan.
6. Berikan informasi, sesuai
kebutuhan, keamanan dan kondisi bayi. Dukungan pasangan sesuai kebutuhan.
7. Jawab pertanyaan pasien
mengenai protokol, perawatan selama periode pasca kelahiran.
|
1. Jam pertama setelah kelahiran
memberikan kesempatan unik untuk ikatan keluarga terjadi karena ibu dan bayi
secara emosional dan menerima isyarat satu sama lain, yang memulai kedekatan
dan proses pengenalan.
2. Membantu memudahkan ikatan /
kedekatan diantara ayah dan bayi. Memberikan kesempatan untuk ibu memvalidasi
realitas situasi dan bayi baru lahir.
3. Pada kontak pertama dengan
bayi, ibu menunjukkan pola progresif dari perilaku dengan cara menggunakan
ujung jari.
4. Membantu pasien dan pasangan
memahami makna pentingnya proses dan memberikan keyakinan bahwa perbedaan
diperkirakan.
5. Meningkatkan kesatuan keluarga
dan membantu sibling memulai proses adaptasi positif terhadap peran baru dan
memasukkan anggota baru kedalam struktur keluarga.
6. Membantu pasangan untuk
memproses dan mengevaluasi informasi yang diperlukan, khususnya bila periode
pengenalan awal telah terlambat.
7. Informasi menghilangkan
ansietas yang dapat menggangu ikatan atau mengakibatkan absorpsi dari pada
perhatian terhadap bayi baru lahir
|
2) Gangguan nyaman : nyeri akut berhubungan dengan
trauma pembedahan (Doengoes,2001)
Tujuan :
Secara verbal klien menyetakan nyeri
berkurang
Kriteria hasil :
Mengidentifikasi dan menggunakan
intervensi untuk mengatasi nyeri/ketidaknyamanan dengan tepat, Mengungkapkan
berkurangnya nyeri, Tampak rileks, mampu tidur/istirahat dengan tepat
Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji tanda-tanda vital (tekanan
darah, respirasi nadi, suhu) perhatikan adanya perubahan perilaku (bedakan
antara kegelisahan karena kehilangan darah berlebih dan karena nyeri)
2. Kaji skala nyeri yang dirasakan
klien (0-5)
3. Perhatikan nyeri tekan uterus
dan adanya karakteristik nyeri penyerta.
4. Tentukan karakterisktik dan lokasi ketidaknyamanan,
perhatikan isyarat verbal dan nonverbal seperti meringis, kaku, gerakan
melindungi atau terbatas.
5. Ajarkan klien untuk melakukan
teknik relaksasi nafas dalam.
6. Ubah posisi klien (sesuai
dengan kenyamana klien) kurangi rangsangan yang berbahaya dan berikan gosokan
punggung, anjurkan penggunaan teknik distraksi dan relaksasi yang sudah
diajarkan.
7. Berikan analgetik sesuai dengan
advis Dokter
|
1. Pada banyak klien nyeri dapat
menyebabkan gelisah serta tekanan darah dan nadi meningkat.
2. Skala nyeri dapat menunjukan
kualitas nyeri yang dapat dirasakan klien.
3. Selama 12 jam pertama pasca
partum kontraksi uterus kuat dan teratur dan ini berlanjut selama 2-3 hari
berikutnya meskipun frekuensi dan intensitasnya dikurangi.
4. Klien mungkin tidak secara
verbal melaporkan nyeri dan ketidaknyamanan secara langsung. Membedakan
karakteristik dari yeri, membantu membedakan nyeri pasca operasi dari terjadi
komplikasi.
5. Teknik relaksasi nafas dalam
dapat menurunkan rasa nyeri dan meningkatkan koping individu.
6. Merelaksasikan otot dan
mengalihkan perhatian dari sensasi yeri, meningkatkan kenyamanan dan
menurunkan distraksi tidak menyenangkan.
7. Pemberian analgetik dapat
menurunkan rasa nyeri, meningkatkan kenyamanan yang memperbaiki status
psikologis dan meningkatkan mobilitas.
|
3) Ansietas berhubungan dengan situasi, ancaman pada
konsep diri, transmisi/kontak interpersonal, kebutuhan tidak terpenuhi
(Doengoes,2001)
Tujuan :
Ansietas dapat berkurang atau hilang.
Kriteria hasil :
Mengungkapkan perasaan ansietas,
Melaporkan bahwa ansietas sudah menurun, Kelihatan rileks, dapat
tidur/istirahat dengan benar.
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Dorong keberadaan atau partisipasi pasangan
2.
Tentukan tingkat ansietas pasien dan sumber dari masalah.
3.
Bantu pasien atau pasangan dalam mengidentifikasi mekanisme koping baru
yang lazim dan perkembangan strategi koping baru jika dibutuhkan.
4.
Memberikan informasi yang akurat tentang keadaan pasien dan bayi.
5.
Mulai kontak antara pasien/pasangan dengan baik sesegera mungkin.
|
1. Memberikan dukungan emosional;
dapat mendorong mengungkapkan masalah.
2. Mendorong pasien atau pasangan
untuk mengungkapkan keluhan atau harapan yang tidak terpenuhi dalam proses
ikatan/menjadi orangtua.
3. Membantu memfasilitasi adaptasi
yang positif terhadap peran baru, mengurangi perasaan ansietas.
4. Khayalan yang disebabkan
informasi atau kesalahpahaman dapat meningkatkan tingkat ansietas.
5. Mengurangi ansietas yang
mungkin berhubungan dengan penanganan bayi, takut terhadap sesuatu yang tidak
diketahui, atau menganggap hal yang buruk berkenaan dengan keadaan bayi.
|
4) Harga diri rendah berhubungan dengan merasa gagal
dalam peristiwa kehidupan (Doengoes, 2001)
Tujuan : Klien
mengekspresikan harapan diri yang positif.
Kriteria hasil : Mendiskusikan masalah sehubungan peran dalam dan persepsi
terhadap pengalaman kelahiran dari klien/pasangan, Mengungkapkan pemahaman
mengenai faktor individu yang dapat mencetuskan situasi saat ini,
Mengekpresikan harapan diri yang positif.
Intervensi
|
Rasional
|
1. Tentukan respon klien/pasangan
terhadap kelahiran saesaria.
2. Tinjau ulang partisipasi klien
atau pasangan dan peran dalam pengalaman melahirkan, identifikasi perilaku
positif selama proses pranatal dan antepratal.
3. Tekankan kemiripan antara
kelahiran saesaria dan vagina, sampaikan sikap positif terhadap kelahiran
saesaria.
|
1.
Kelahiran saesaria yang tidak direncanakan dapat berefek negatif terhadap
harga diri klien, membuat klien merasa tidak adekuat dan telah gagal sebagai
wanita.
2.
Memfokuskan kembali perhatian klien atau pasangan untuk membentu mereka
memandang kehamilan dalam totalitasnya dan melihat bahwa tindakan mereka
telah bermakna terhadap hasil yang optimal.
3.
Klien dapat mengubah persepsinya tentang pengalaman kelahiran sesaria
sebabagaimana persepsinya tentang kesehatan atau penyakitnya berdasarkan
sikap profesional.
|
5) Risiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan
fungsi biokimia atau regulasi (Doengoes, 2001)
Tujuan : Tidak lagi mengungkapkan perasaan negatif
diri dan situasi
Kriteria hasil :Mengungkapkan pemahaman mengenai faktor individu yang mencetuskan
situasi saat ini, Mengekspresikan diri yang positif.
Intervensi
|
Rasional
|
1. Tentukan respon emosional
pasien/ pasangan terhadap kelahiran sesarea.
2. Tinjau ulang partisipasi
pasien/pasangan dan peran dalam pengalaman kelahiran. Identifikasi perilaku
positif selama proses prenatal dan antepartal.
3. Tekankan kemiripan antara
kelahiran sesarea dan vagina. Sampaikan sifat positif terhadap kelahiran
sesarea. Dan atur perawatan pasca patum sedekat mungkin pada perawatan yang
diberikan pada pasien setelah kelahiran vagina.
|
1. Kedua anggota pasangan mungkin
mengalami reaksi emosi negatif terhadap kelahiran sesarea meskipun bayi
sehat, orangtua sering berduka dan merasa kehilangan karena tidak mengalami
kelahiran pervagina sesuai yang diperkirakan.
2.Respon berduka dapat berkurang
bila ibu dan ayah mampu saling membagi akan pengalaman kelahiran, sebagai
dapat membantu menghindari rasa bersalah.
3.Pasien dapat merubah
persepsinya tentang pengalaman kelahiran sesarea sebagaiman persepsinya
tentang kesehatannya / penyakitnya berdasarkan pada sikap professional.
|
6) Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan
trauma jaringan / kulit rusak (Doengoes,2001)
Tujuan : Resiko
tinggi infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil : Mendemonstrasikan
tehnik-tehnik untuk menurunkan resiko-resiko dan atau meningkatkan penyembuhan,
Menunjukan luka bebas dari drainase purulen dengan tanda awal penyembuhan
(misalnya penyatuan tepi-tepi luka), uterus lunak/ tidak nyeri tekan, dengan
aliran dan karakter lokhea normal, Bebas dari infeksi, tidak demam, dan urin
jernih kuning pucat.
Intervensi
|
Rasional
|
1. Anjurkan dan gunakan teknik
mencuci tangan dengan cermat dan pembuangan pengalas kotoran, pembalut
perineal dan linen terkontaminasi dengan tepat.
2. Perhatikan luka operasi, kaji
warna kemerahan, edema, nyeri, eksudat atau gangguan penyatuan pada daerah
luka operasi.
3. Kaji suhu, nadi dan jumlah sel
darah putih.
4. Lakukan perawatan luka dengan
teknik aseptik.
|
1. Membantu mencegah atau
membatasi penyebaran infeksi.
2. Tanda-tanda ini menandakan
infeksi luka, yang biasanya disebabkan oleh bakteri.
3. Demam setelah pasca operasi
hari ke-3 leukositosis, dan takikardi menunjukan infeksi, peningkatan suhu
sampai 38,30C dalam 24 jam pertama mengimdikasikan adanya infeksi.
4. Dengan teknik aseptik dapat
memperkecil kemungkinan masuknya kuman ke dalam luka infeksi.
|
7) Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot
(Doengoes, 2001 )
Tujuan : Resiko tinggi konstipasi
tidak terjadi, BAB klien lancar.
Kriteria hasil : Mendemonstrasikan kembalinya mortilitas usus dibuktikan oleh
bising usus aktif dan keluarnya flatus, Mendapatkan kembali pola eliminasi biasanya/optimal
dalam 4 hari pascapartum.
Intervensi
|
Rasional
|
1. Auskultasi terhadap adanya
bising usus pada keempat kuadran setiap 4 jam setelah kelahiran sesaria.
2. Palpasi abdomen perhatikan
distensi atau ketidaknyaman.
3. Anjurkan cairan oral yang
adekuat, anjurkan peningkatan diet tinggi serat.
4. Berikan pelunak peses.
(Supositoria)
|
1. Menentukan kesiapan terhadap
makan peroral. Bising usus tidak terdengar pada hari pertama setelah prosedur
pembedahan dan terdengar aktif pada hari ke-3.
2. Menandakan pembentukan gas dan
akumulasi atau kemungkinan ileus paralitik.
3. Makanan tinggi serat dan
peningkatan cairan yang adekuat dapat mencegah konstipasi.
4. Melunakan peses, merangsang
pelistaltik dan membantu mengembalikan fungsi usus.
|
8) Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan
bayi berhubungan dengan kurang pemajanan stsu mengingati kesalahan interpretasi
, tidak mengenal sumber-sumber (Doengoes, 2001)
Tujuan : Klien mengungkapkan pemahaman
tentang perawatan melahirkan sesar.
Kriteria hasil : Mengungkapkan pemahaman tentang perubahan fisiologis,
kebutuhan-kebutuhan individu, hasil yang diharapkan, Melakukan aktivitas prosedur yang perlu dengan benar dan
penjelasan alasan untuk tindakan
Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji kesiapan dan motivasi
klien untuk belajar. Bantu klien dalam mengidentifiksi kebutuhan.
2. Berikan rencana penyuluhan
tertulis dengan menggunakan format yang distandrisasi atau ceklis.
3. Kaji keadaan fisik klien.
4. Berikan informasi yang
diberikan dengan perubahan fisiologis dan psikologis yang normal berkenaan
dengan kelahiran sesaria dan kebutuhan-kebutuhan berkenaan dengan periode
pascapartum
5. diskusikan program latihan yang
tepat sesuai ketentuan
|
1. periode pascapartum dpat
menjadi pengalaman positif bila kesempatan penyuluhan diberikan untuk
membantu mengembangkan pertumbuhan ibu.
2. membantu menjamin kelengkapan
informasi yang diterimaorang tua dari anggota staf dan menurunkan konfusi
klien yang disebabkan oleh diseminasi nasihat atau informasi yang menimbulkan
konflik
3. ketidaknyamanan berkenaan
dengan insisi atau nyeri penyerta.
4. membantu klien mengenali
perubahan normal dari respon-respon abnormal yang mungkin memerlukan tindakan
5. program latihan progresif
biasanya dapat dimulai bila ketidaknyamanan abdomen telah berkurang (pada
kira-kira 3-4 minggu pascapartum).
|
9) Resiko perubahan eliminasi urine Perubahan
eliminasi urin berhubungan dengan trauma atau diversi mekanisme efek-efek
hormonal/anastesi (Doengoes, 2001)
Tujuan :
Resiko tinggi perubahan eliminasi
urine tidak terjadi. Pola berkemih klien teratur.
Kriteria hasil :
Mendapatkan pola berkemih yang
biasa/optimal setelah pengangkatan kateter, Mengosongkan kandung kemih pada
setiap berkemih.
Intervensi
|
Rasional
|
1. Perhatikan dan catat jumlah,
warna, dan konsentrasi drainase urin
2. Berikan cairan peroral 6-8
gelas perhari
3. Palpasi kandung kemih, pantau
tinggi pundus dan lokasi serta jumlah aliran lochea.
4. Perhatikan tanda dan gejala
saluran kemih, misalkan warna keruh, bau busuk, sensasi terbakar.
5. Instruksikan klien untuk
melakukan latihan kegel setiap hari setelah efek-efek anastesi berkurang.
|
1. Oliguri (keluaran kurang dari
30 ml/jam) mungkin disebabkan oleh kelebihan kehilangan cairan,
ketidakadekuatan penggantian cairan atau efek-efek anti diuretik.
2. Cairan meningkatkan hidrasi dan
fungsi ginjal dan membantu mencegah statis kandung kemih.
3. Aliran plasma ginjal, yang
meningkat 25%-50% selama periode pranatal, tetap tinggi pada minggu pertama
pasca partum mengakibatkan peningkatan pengisian kandung kemih.
4. Adanya kateter dapat
mempredisposisikan klien pada masuknya bakteri dan infeksi saluran kemih.
5. Latihan kegel 100 kali/hari
meningkatkan sirkulasi ke perinium, membantu memulihkan dan menyembuhkan
tonus otot dan menurunkan stres inkontenensia.
|
10) Ketidakepektifan pola menyusui berhubungan dengan
kurang pengetahuan klien akan cara menyusui dan perawatan payudara
Tujuan : pengetahuan klien dalam cara menyusui
bertambah.
kriterian hasil : klien dapat menyusui dengan baik, klien
merasa
Intervensi
|
Rasional
|
1.
kaji pengetahuan klien tentang perawatan payudara dan
tentang pengalaman menyusi sebelumnya
2.
berikan cara perawatan putting susu
3.
berikan informasi dan cara pemberian ASI
4.
tinjau ulang tehnik-tehnik menyusui, perhatikan posisi
bayi selama diberi ASI
5.
Anjurkan ibu untuk banyak makan sayur-sayuran.
|
1
mengidentifikasi kebutuhan saat ini dan mengembangkan
rencana perawatan selanjutnya.
2
membantu menjamin suplai susu adekuat, mencegah putting
luka dan kenyamanan bagi bayi dan ibu.
3
membantu pemberian ASI secara tepat dan memberikan
kenyamanan pada ibu dan bayi
4
posisi yang benar dapat mencegah luka pada puting susu
dan juga keepektifan bayi.
5
sayuran dapat membantu dalam meningkatkan suplai ASI
|
4. Implementasi
Implementasi
atau pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan
ditujukan pada nursing oders untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan. Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. Terdapat 3 tahap dalam tindakan
keperawatan, yaitu persiapan, perencanaan dan dokumentasi (Nursalam, 2009)
Implementasi
keperawatan pada klien post sectio caesarea atas indikasi pre eklamsi meliputi
semua aspek bio, psiko, sosio dan spiritual dan pada hal ini lebih ditekankan
kepada pencegahan komplikasi sectio caesarea yang mungkin akan timbul, diantaranya yaitu :
menganjurkan klien untuk melakukan bonding a teachment, melakukan
tindakan (distraksi, relaksasi, dan napas dalam) untuk mengatasi rasa nyeri,
mengatasi ansietas klien, menumbuhkan kembali harga diri klien, mencegah
terjadinya cedera, mencegah terjadinya infeksi dengan melakukan perawatan luka
secara intensif, mempertahankan pola berkemih klien secara optimal, dan
melakukan tindakan untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri klien dengan post
sectio caesarea.
5. Evaluasi
Fase
akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi keperawatan. Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk
melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa
keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Tujuan
evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini
bisa dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan klien berdasarkan respon
klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan, sehingga perawat dapat mengambil
keputusan (Nursalam, 2009)
Evaluasi disusun
dengan menggunakan metode SOAP dan SOAPIER pada catatan perkembangan, yang
operasional dengan pengertian yaitu
S : Subjektif
adalah ungkapan perasaan dan keluhan yang dirasakan secara subjektif oleh klien setelah diberikan
implementasi keperawatan.
O : Objektif
adalah keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat
menggunakan pengamatan yang objektif setelah implementasi keperawatan.
A : Analisa merupakan analisis perawat setelah
mengetahui respon subjektif dan objektif klien yang dibandingkan dengan
kriteria dan standar yang telah ditentukan, mengacu pada tujuan dan rencana
keperawatan.
P : Planning adalah perencanaan selanjutnya setelah
perawat melakukan analisis.
I : Implementasi marupakan pelaksanaan tindakan dari
perencanaan keperawatan yang sudah di buat.
E : Evaluasi merupakan penilaian dari pelaksanaan
tindakan keperawatan yang sudah dilaksanakan.
R : Reassesment merupakan pengkajian ulang bila
perencanaan keperawatan yang sudah di buat belum atau tidak tercapai.
Evaluasi keperawatan pada diagnosa
ibu
1) Diagnosa 1
Evaluasi yang diharapkan klien dan keluarga
dapat menerima perubahan dalam proses keluarga dengan anggotanya baru dengan
kriteria : Klien dan keluarga dapat menggendong bayi, bila kondisi
memungkinkan, mampu mendemontrasikan prilaku kedekatan dan ikatan yang tepat,
Klien dan keluarga mulai secara aktif mengikuti perawatan bayi baru lahir
dengan cepat.
2) Diagnosa 2
Evaluasi yang diharapkan klien
dapat Secara verbal menyatakan nyeri
berkurang dengan kriteria : Klien dapat mengidentifikasi dan menggunakan
intervensi untuk mengatasi nyeri/ketidaknyamann dengan tepat , Klien dapat
mengungkapkan berkurangnya nyeri, Klien tampak rileks, mampu tidur/istirahat
dengan tepat.
3) Diagnosa 3
Evaluasi yang diharapkan adalah
ansietas klien dapat berkurang atau hilang dengan kriteria : Klien dapat
mengungkapkan perasaan ansietas, Klien dapat melaporkan bahwa ansietas sudah
menurun, Klien tampat kelihatan rileks, dapat tidur / istirahat dengan benar.
4) Diagnosa 4
Evaluasi yang diharapkan Klien dapat
mengekspresikan harapan diri yang positif dengan kriteria : Klien dan keluarga
dapat mendiskusikan masalah sehubungan peran dalam dan persepsi terhadap
penglaman kelahiran dari klien/pasangan, Klien dapat mengungkapkan pemahaman
mengenai faktor individu yang dapat mencetuskan situasi saat ini, Klien dapat
mengekpresikan harapan diri yang positif.
5) Diagnosa 5
Evaluasi yang diharapkan klien tidak
lagi mengungkapkan perasaan negatif diri dan situasi dengan kriteria : Klien
dapat mengungkapkan pemahaman mengenai faktor individu yang mencetuskan situasi
saat ini, Klien dapat mengekspresikan diri yang positif.
6) Diagnosa 6
Evaluasi yang diharapkan Resiko tinggi
infeksi tidak terjadi denagn kriteria : Klien dapat mendemonstrasikan
tehnik-tehnik untuk menurunkan resiko-resiko dan/atau meningkatkan penyembuhan,
Klien dapat menunjukan luka bebas dari drainase purulen dengan tanda awal
penyembuhan (misalnya penyatuan tepi-tepi luka ), uterus lunak/tidak nyeri
tekan, dengan aliran dan karakter lokhea normal , Klien bisa terbebas dari
infeksi, tidak demam, tidak ada bunyi napas adventisius dan urin jernih kuning
pucat.
7) Diagnosa 7
Evaluasi yang diharapkan resiko tinggi
konstipasi tidak terjadi, BAB klien lancar dengan kriteria : Klien dapat
mendemonstrasikan kembalinya mortilitas usus dibuktikan oleh bising usus aktif
dan keluarnya flatus, Klien bisa mendapatkan kembali pola eliminasi
biasanya/optimal dalam 4 hari pascapartum.
8) Diagnosa 8
Evaluasi yang diharapkan klien dapat mengungkapkan pemahaman tentang
perawatan melahirkan sesar dengan kriteria : Klien dan keluarga mampu
mengungkapkan pemahaman tentang perubahan fisiologis, kebutuhan-kebutuhan
individu, hasil yang diharapkan, Klien dan keluarga mampu melakukan
aktivitas prosedur yang perlu dengan
benar dan penjelasan alasan untuk tindakan.
9) Diagnosa 9
Evaluasi yang diharapkan Resiko tinggi
perubahan eliminasi urin tidak terjadi. Pola berkemih klien teratur denagn
kriteria : Klien bisa mendapatkan pola berkemih yang biasa/optimal setelah
pengangkatan kateter, Mengosongkan kandung kemih pada setiap berkemih.
10) Diagnosa 10
Evaluasi yang di harapkan klien mampu
mengungkapkan kemampuan tentang pengetahuan klien dalam cara menyusui. Dengan
kriteria : klien dapat menyusui dengan baik, klien merasa nyaman saat
memberikan ASI pada bayinya
makasih ilmunya...
BalasHapus